SEPENGGAL KISAH PENGABDIAN SARJANA MENDIDIK DI DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL (SM-3T)
Inilah kisah Kurnia Fatmawati, S.Pd, Gr atau biasa kita panggil Bu Nia, guru matematika SMAN 1 Sumberrejo yang sebelumnya mengikuti SM-3T UM dengan penempatan di Kampung Bulangkop, Distrik Ok Aom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua. Pegunungan Bintang adalah salah satu kabupaten di Papua yang termasuk dalam daerah terdepan, terluar dan tertinggal. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini. Tidak ada jalan beraspal maupun alat transportasi darat yang menjangkau seluruh wilayah di ibukota kabupaten ini. Satu-satunya alat transportasi adalah pesawat perintis, apabila bepergian antar distrik maupun ke berbagai wilayah masyarakat cukup berjalan kaki. Tidak semua distrik di kabupaten ini dijangkau oleh signal telepon seluler. Tenaga listrik yang digunakanpun dari genset atau solar cell.
Selama mengabdi di SMPN Bulangkop, Bu Nia juga merangkap sebagai guru kimia. Ketersediaan guru yang sangat terbatas menuntutnya untuk mengajar beberapa mata pelajaran. Tidak semua materi disampaikan kepada siswa selama setahun mengajar karena pemilihan materi disesuaikan yang sekiranya mereka dapat menangkap dengan baik. Hal ini menjadi pertimbangan karena kemampuan mereka yang kurang dalam menyerap pelajaran. Siswa pedalaman tidak boleh dibandingkan dengan siswa yang bersekolah di tempat maju. Mereka hidup dalam keterbatasan untuk mencapai Pendidikan ini. Jarak rumah siswa dengan sekolah yang jauh tidak menyurutkan semangat mereka untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Kondisi jalanan ditepi lereng gunung yang berjurang menjadi tantangan mereka untuk pergi kesekolah.
Siswa SMPN Bulangkop berasal dari beberapa kampung, dimana mereka datang dan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki, siswa terjauh akan menempuh perjalanan sekitar dua jam jalan kaki. Dan karena tidak memiliki jam di rumah, mereka mengandalkan pesawat untuk datang ke sekolah. Jika sudah ada pesawat yang terbang itu tandanya mereka harus segera berangkat ke sekolah. “Pernah suatu hari dari pagi sampai sekitar pukul 07.30 WIT cuaca mendung dan hujan, tidak ada satupun siswa yang berada di sekolah. Hingga pukul 09.00 WIT satu persatu siswa berdatangan dan saya tanya kenapa baru tiba di sekolah, mereka menjawab kalua tidak tau hari sudah pagi karena tidak ada pesawat yang lewat.” Jelas Bu Nia. Para siswa juga tidak semua yang memakai seragam sekolah, ada yang memakai kaos olahraga, bahkan ada juga yang memakai kaos partai. Apalagi sepatu, tidak semua dari mereka yang memakai sepatu ke sekolah. Ada yang memakai sandal, ada juga yang datang tanpa alas kaki. Tapi semua itu tidak menyurutkan niat mereka untuk datang ke sekolah dan belajar.
https://www.youtube.com/watch?v=A0z7FlHkpeE
Sungguh perjuangan yang harus disambut dengan pelayanan kepada mereka agar kelak bekal ilmu pengetahuan yang diperoleh dapat bermanfaat seterusnya. Semua perjuangan dilakukan demi terwujudnya generasi emas Indonesiadan sesuai jargon SM-3T, Maju bersama mencerdaskan Indonesia.